BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sekarang
ini banyak sekali kepercayaan-kepercayaan manusia tentang Tuhan, ada Islam yang
kepercayaan Tuhan itu satu yaitu Allah SWT, ada Kristen yang kepercayaan pada Tuhan
Yesus, ada Hindu-Buddha kepercayaan pada Dewa. Percaya terhadap Tuhan itu
adalah hal yang wajib, tanpa adanya Tuhan maka aturan baik buruk itu tidak ada
dan manusia akan sewenang- wenang melakukan apa saja di dunia. Meskipun
keyakinan orang berbeda-beda tapi pada hakikatnya untuk menyuruh manusia pada
kebaikan.
Dalam
agama Islam Tuhan yang berhak disembah hanya Tuhan satu yaitu Allah SWT yang
menciptakan alam semesta yang sangat luas ini. Dengan Nabi Muhammad SAW sebagai
Rasul yang terakhir mengantar manusia untuk mengarahkan kepada kebaikan dan
untuk menyembah kepada Allah. Al Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad
yang dijaga Allah keasliannya sampai akhir jaman,
Karena
banayaknya masalah ketuhanan di dunia ini, maka makalah kami buat ini untuk
membahas apakah Tuhan itu ada, siapakah Tuhan itu, apakah Tuhan yang disembah
manusia itu sama. Dengan tersusunnya makalah ini semoga dapat menambah wawasan
kita tentang ketuhanan dalam agama Islam. Kami juga mengharapkan kritik dan
saran yang membangun.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah sebenarnya Tuhan itu?
2.
Siapakah Tuhan itu?
3.
Apakah Tuhan itu ada?
4.
Tuhan menurut agama wahyu?
5. Bagaimana wujud Tuhan?
1.3
Ruang Lingkup
Sesuai dengan latar
belakang masalah tentang konsep ketuhanan dalam Islam diatas adapun ruang
lingkup yang akan dibahas adalah, masalah
ketuhanan yang sering terjadi di masyarakat. Karena tuhan itu sangatlah penting
bagi kehidupan. Membahas Tuhan dari
perspektif Islam dan bangsa Barat. Membahas bukti keadaan Tuhan secara ilmiah.
1.4
Tujuan
1. Untuk mengetahui Tuhan dalam Islam
2. Untuk mengetahui Tuhan itu ada
3. Untuk mengetahui bukti keberadaan Tuhan
4. Untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Siapakah tuhan itu?
Kata
Tuhan merujuk kepada suatu dzat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan
mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Hal ini bisa
juga digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-konsep yang mirip dengan
ini misalkan sebuah bentuk energi atau kesadaran yang merasuki seluruh alam
semesta, di mana keberadaan-Nya membuat alam semesta ada; sumber segala yang
ada; kebajikan yang terbaik dan tertinggi dalam semua makhluk hidup; atau
apapun yang tak bisa dimengerti atau dijelaskan.
Perkataan
ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam
potongan Al quran surat Al-Jatsiiyah{45}: 23,
“Maka pernahkah kamu
melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam potongan al quran
surat Al-Qashash{28}:38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:
“Dan Fir’aun berkata:
Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut
di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda,
baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai
dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak
(jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin.
Tuhan
(ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian
rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan
definisi al-ilah sebagai berikut, al-ilah ialah yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya,
kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan
bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari
padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta
kepadanya.
Atas
dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan
manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak
ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan
juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam
diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan
penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada
dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.
Di
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan Tuhanmu, Tuhan Yang Maha
Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Ilah
yang dituju ayat di atas adalah Allah Swt, yang menurut Ulama’ Ilmu Kalam Ilah
di sini bermakna al-Ma’bud, artinya satu-satunya yang diibadati/disembah.
Sedang Al-Matbu’, yang dicintai, yang disenangi, diikuti. Inilah yang disebut
Tauhid Uluhiyah, bahwa Allah Swt. satu-satunya Tuhan yang diibadahi, dicintai,
disenangi, dan diikuti.
2.2 Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
1. Pemikiran Bangsa Barat
Yang dimaksud konsep
Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil
pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama,
dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh
EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
a. Dinamisme
Menurut paham ini,
manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh
dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada
benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh
positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda
disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu),
dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau
diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius.
Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
b. Animisme
Masyarakat primitif pun
mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda
baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu
yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai
sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila
kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek
negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh.
Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk
memenuhi kebutuhan roh.
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan
animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang
menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut
dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada
dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air,
ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak
memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari
dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan
yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif
(tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan,
namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan
untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk
henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu
Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme
ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme,
panteisme, dan teisme.
Evolusionisme
dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.
Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap
Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain. Dengan lahirnya
pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda
dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme
dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan
bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi
atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan
bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif.
Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan
masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran
wahyu Tuhan.
2. Pemikiran Umat Islam
Pemikiran
terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di
kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis
besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang
bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena
adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan
kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian
umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan
tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.
Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan
dalam Islam. Aliran tersebut yaitu:
a. Mu’tazilah
Mu’tazilah yang merupakan
kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran
dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat
dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan
kafir (manzilah bainal manzilatain). Dalam menganalisis ketuhanan, mereka
memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan
kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah
muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu
pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan
kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah,
sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.
b. Qodariyah
Qodariyah, adalah
kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan
berbuat. Manusia berhak menentukan dirinya kafir atau mukmin sehingga mereka
harus bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak ada investasi Tuhan dalam
perbuatan manusia.
c. Jabariah
Jabariah yang merupakan
pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh
Tuhan.
d. Asy’ariyah dan Maturidiyah
Asy’ariyah dan
Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah antara Qodariyah dan
Jabariyah. Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi, Tuhanlah
yang menentukan hasilnya.
Semua
aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam
periode masa lalu, pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih
alliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang
dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi
ilmu berlandaskan al-Qur’an danSunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh
kepentinganpolitik tertentu. Diantara aliran tersebut yang nampaknya lebih
dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja
adalah aliran mu’tazilah dan Qodariah.
2.3 Tuhan Menurut
Agama-agama Wahyu
Pengkajian
manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman
serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu
yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia
biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan
benar.
Informasi tentang
asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
1. QS
21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu,
yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama,
tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah
akan menghakimi mereka. Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia
bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga
sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui
ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad
sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di
antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama
dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang
teramat besar.
2. QS
5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhaku
dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka (Agung,2008).
3. QS
112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari
ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah
nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika
nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim
musytaq.
Tuhan
yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain
dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19.
Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan
kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain
surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad
ayat 4.
Dengan
mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran,
sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”,
dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang
datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya
Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya
esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi
bagian-bagian.
Keesaan
Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang
lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa
Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan
ucapannya.Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran
memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang
lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani
kehidupan.
2.4 Pembuktian Wujud Tuhan
1. Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan
zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini
mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama
berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan
(agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan
menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya
sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah.
Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara
empiris. Di samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu
yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini
disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu
percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu
dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap
salah, hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya
berada pada tingkat yang sama.
Percobaan
dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan tidak
terbatas pada persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara
empiris saja. Teori yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang
tidak punya jalan untuk mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan
modern berpendapat bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya
merupakan interpretasi terhadap pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba
secara empiris. Oleh karena itu banyak sarjana percaya padanya hakikat yang
tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah
lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: “Gaya” (force), “Energy”,
“alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang sarjana pun yang
mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”. Sarjana tersebut tidak
mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama
seperti ahli teologi yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat
Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan bidangnya pada sebab-sebab yang tidak
diketahui.
Dengan
demikian tidak berarti bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu
pengetahuan adalah percaya kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun
ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya
saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan
hakikat” terakhir dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada
pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan
hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah
menempuh jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang
lain.
Para
sarjana masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak
kurang nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan: Kenyataan yang diamati adalah satu-satunya
“ilmu” dan semua hal yang berada di luar kenyataan bukan ilmu, sebab tidak
dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada yang ghaib oleh
orang mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati. Hal ini
tidak berarti satu kepercayaan buta, tetapi justru merupakan interpretasi yang
terbaik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para sarjana.
2. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan
Adanya
alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak
boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah
menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal
percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar
itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan
kehidupan.
Jika
percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang
adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan, percaya adanya makhluk,
tetapi menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum
pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan.
Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu
bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan
sendirinya tanpa pencipta?
3. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan
Fisika
Sampai
abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri
(alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum
kedua termodinamika” (Second law of
Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak.
Hukum
tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan
perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat
azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari
keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni
energi panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas.
Perubahan energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara “energi yang ada”
dengan “energi yang tidak ada”.
Bertitik
tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus
berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti
bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu
alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut dan tidak akan
ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam
yaitu Tuhan.
4. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan
Astronomi
Benda
alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi
sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap
edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang
terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan
kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000
mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata
surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari
tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama
dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan
600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada ribuan sistem selain “sistem tata
surya” kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri.
Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak
sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali
dalam 200.000.000 tahun cahaya.
Logika
manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti,
akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya,
bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar
yang membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha
besar tersebut adalah Tuhan.
Metode
pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam
tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil ikhtira”. Di samping itu Ibnu
Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu “dalil inayah”. Dalil ‘inayah adalah
metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam
bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996:78-80).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam agama
Islam Tuhan yang wajib disembah adalah Allah SWT. Dzat yang satu, abadi dan
tidak ada yang menandingi kekuasaannya. Allah menciptakan alam semesta ini yang
luasnya tidak bisa di ukur dengan akal manusia. Oleh sebab itu manusia hendaknya takjub akan
kekuasaan Allah dan beridah kepada-Nya.
Orang-orang jaman dahulu sebelum datangnya
Islam, banyak diantara mereka ada yang menyembah roh nenek moyang, menyembah
benda mati, menyembah bulan dan sebagainya.
Setelah nabi Muhammad SAW wafat, islam pun terbagi menjadi beberapa
aliran. Adanya Allah SWT dapat dipikirkan dengan
logika, kalau sekiranya Ada dunia pasti ada yang menciptakan.
Dan dengan disusunnya makalah ini
semoga bisa membantu mengatasi masalah ketuhanan dalam Islam. Sebagai acuan untuk
menambah wawasan atau pengetahuan kita terhadap agama Islam. Semoga makalah ini
bisa membantu, agar terwujudnya hidup yang lebih baik dengan mengenal Allah SWT
sebagai tuhan kita.
3.2 Saran
Kami kelompok 1 selaku penulis makalah
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Untuk nantinya agar bisa menjadi
acuan kami untuk membuat lebih baik lagi. Dan akhir kata saya ucapkan terima
kasih telah membaca.
0 Comments