Kebudayaan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas di bandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya. Di era globalisasi ini, banyak masyarakat dan khususnya bagi para pelajar yang acuh tak acuh dengan sejarah Negara, apalagi sejarah paradaban islam. Dewasa ini mereka hanya memandang sejarah sebagai dongeng yang membosankan untuk di dengar. Padahal, sejarah, apalagi sejarah peradaban islam sangat penting bagi kita semua.

1.2         Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep kebudayaan dalam islam?
2.      Bagaimana sejarah intelektual islam?
3.      Apa saja nilai-nilai islam dalam budaya Indonesia?

1.3         Ruang Lingkup
Penyusunan Makalah ini, penulis memberikan batasan maupun ruang lingkup demi terciptanaya penguasaan materi ataupun fokus dalam penulisan Makalah ini.
Adapun batasan atau lingkup permasalahan dalam pembuatan Makalah ini dilakukan hanya pada sumber-sumber dari Internet. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan dan terciptanya penguasaan konsep dan materi yang penulis buat.

1.4         Tujuan Makalah
1.      Mengetahui bagaimana konsep kebudayaan dalam islam
2.      Mengetahui bagaimana sejarah intelektual islam
3.      Memahami apa saja nilai-nilai islam dalam budaya Indonesia




BAB II
ISI

2.1         Konsep Kebudayaan Dalam Islam
Menurut ahli budaya, kata budaya merupakan gabungan dari dua kata, yaitu budi dan daya. Budi mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat, ikhtiar, perasaan. Daya mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Jadi kebudayaan berarti kumpulan segala usaha dan upaya manusia yang dikerjakan dengan mempergunakan hasil pendapat untuk memperbaiki kesempurnaan hidup (Sidi Gazalba, 1998 : 35)
Oleh karena itu, jika kita membicarakan kebudayaan berarti kita membicarakan kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya. Dengan melakukan berbagai kegiatan dan aktivitasnya manusia berusaha dengan daya upaya serta dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengerjakan sesuatu guna kesempurnaan hidup. Kesempurnaan hidup itu dapat dicapai jika manusia mampu menggunakan akal budinya dengan baik.
Kebudayaan adalah alam pikiran atau mengasah budi. Usaha kebudayaan adalah pendidikan. Kebudayaan adalah pergaulan hidup diantara manusia dengan alam semesta. Boleh jadi kebudayaan adalah usaha manusia melakukan tugas hidup sebagai khalifah fil ardli (wakil Tuhan di bumi).
A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn, telah mengumpulkan kurang lebih 161 definisi tentang kebudayaan (Musa Asy’ari.1992)  secara garis besar definisi sebanyak itu dapat dikelompokkan dalam enam kelompok, sesuai dengan sudut pandang mereka.
Kelompok pertama melihat dan pendekatan historis, kedua dari pendekatan normatif oleh Ralph Linton, ketiga dari pendekatan psikologi oleh Kluckkhonh, keempat dari pendekatan structural oleh Turrney, kelima dari pendekatan genetik oleh Bidney dan keenam dengan pendekatan deskriptif oleh Taylor.
Dilihat dari berbagai tujuan dan sudut pandang tentang definisi kebudayaan, menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan suatu persoalan yang sangat luas, namun esensinya adalah bahwa kebudayaan itu melekat dengan diri manusia. Artinya, manusialah itu pencipta kebudayaan. Kebudayaan itu hadir bersama dengan kelahiran manusia sendiri. Dari penjelasan tersebut kebudayaan itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kebudayaan sebagai suatu proses dan kebudayaan sebagai sutau produk.
Al Qur’an memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses, dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karena itu, secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya kebudayaan perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani dan setan, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islami.
Oleh karena itu, misi kerasulan Muhammad SAW sebagaimana dalam sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Artinya Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah.
Awal tugas kerasulan Nabi meletakkan dasar-dasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika dakwah Islam keluar dan Jazirah Arab, kemudian tersebar ke seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya setempat dengan nilai-niali Islam itu sendiri, kemudian menghasilkan kebudayaan Islam, kemudian berkembang menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.

2.2         Sejarah Intelektual Islam
Sejarah intelektual setiap bangsa berbeda satu sama lainnya. Islam memiliki sejarah sendiri yang berbeda dari sejarah peradaban lainnya. Sejarah intelektual Islam bermula dari turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Saw.
Wahyu itu, 'Bacalah! dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah ! dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq: 1:5). Jadi, sejarah intelektual Islam lahir berbarengan dengan diutusnya Muhammad Saw. sebagai Rasulullah.
Kata-kata bacaan, pengajaran, dan pena merupakan aktivitas keintelektualan. Dalam Sejarah intelektual Islam, betapa ilmu pengetahuan sangat diagungkan. Kita dapat melihat bagaimana Rasulullah Saw. membuat suatu keputusan luar biasa pada saat perang badar, yaitu tawan kaum musyrikin dapat membebaskan diri dengan cara mengajar anak-anak kaum muslimin dengan baca tulis.
Bahkan Al-Quran dan sunnah -sebagai pedoman kaum muslimin- banyak memuat kata-kata tuntutan, observasi, maupun kedudukan (fadhilah) orang yang menuntut ilmu. Kata ilmu beserta kata-kata jadiannya digunakan dalam al Quran sebanyak 780 kali.
Ini menandakan bahwa persoalan keilmuan dalam sejarah Islam, mendapat tempat yang sangat istimewa dalam kitab suci dan sabda Nabi. Bahkan konsep long life education (belajar sepanjang hayat) sudah dikenal pada masa kelahiran Islam, implikasinya mendorong terciptanya masyarat ilmu (knowledge society) dan budaya ilmu (knowledge culture).
Paska wafatnya Rasulullah saw, para khalifah Islam juga menunjukkan kecintaannya pada ilmu. Ilmu harus disebar luaskan kepada masyarakat. Maka ketika khalifah Umar bin Khattab berhasil menaklukkan Irak (Qodisiya) dari kerajaan Persia. Beliau mengirim sepuluh orang utusan yang ditugaskan untuk mengajarkan penduduk Basrah.
Delegasi tersebut diantaranya: Abdullah bin Mughfal al Mazniy, Imran bin Hushain al Aslamiy, dan Abu Musa al Asy'ariy. Lalu di mesjid kota Bashrah ini Abu Musa Al Asy'ariy membuka majelis (halaqoh) ilmu untuk mengajar masyarakat. Sejarah intelektual Islam makin hari makin terukir.
Dari majelis tersebut lahirlah para ulama-ulama kaliber yang namanya terkenal diberbagai kota Islam. Sebut saja Sa'id bin Musayyab (w 92 atau 94 H), Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib di Madinah (w 94 H), Ato' bin Abi Rabah di Mekkah, Thawus di Yaman, Yahya bin Katsir di Yamamah, Hasan Bashri di Bashrah, dan sederetan nama besar lainnya yang tertulis dalam sejarah intelektual Islam.
Sejarah intelektual di dunia Islam begitu semarak dan mempesona. Geliat ilmu pengetahuan menjalar kelapisan masyarakat. Pengetahuan adalah hak semua masyarakat. Para khalifah dan sultan memberi dukungan penuh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di wilayah kekuasaannya.
.
2.3         Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam berasal dari jazirah Arab, maka Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya. Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara damai telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik yang tengah terjadi saat itu.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para da’i mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh Wali Songo di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah SWT itu dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya. Permulaan berkembangnya budaya islam di Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh Para Wali dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya. Para wali tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia. Misalnya: setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Quran), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia.  Hal tersebut tidak disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam.
Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal. Pada awalnya, sebenarnyahari raya Idul Fitri dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia adalah segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal. Hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama. Sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan Indonesia secara keseluruhan dapat berkembang selaras dengan kebudayaan yang sebelumnya telah ada di indonesia.
Berikut ini adalah nilai-nilai islam yang berkembang di indonesia dalam berbagai hal, antara lain :
1.      Banyak digunakannya nama-nama Islam dan istilah-istilah Islam/Arab dalam kehidupan masyarakat.
2.      Terciptanya adat istiadat yang bernuansa Islam (pengucapan salam, basmalah, tahlilan, kenduren, peringatan hari-hari besar Islam, dll.)
3.      Lahirnya kesenian-kesenian yang bercorak Islam (Qasidah, rebana, gambus, hadrah, dll)
4.      Terciptanya bangunan-bangunan  yang arsitekturnya bercorakkan Islam (masjid, rumah, istana/keraton, gapura, batu nisan, dll)
5.      Berkembangnya busana muslim/muslimah
6.      Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali. Apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
Setelah berkembangnya Islam, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah), seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa.

BAB IV
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Dari hasil pembahasan Makalah ini, dapat diambil kesimpulan yaitu:
1.        Kebudayaan adalah alam pikiran atau mengasah budi. Usaha kebudayaan adalah pendidikan. Kebudayaan adalah pergaulan hidup diantara manusia dengan alam semesta. Boleh jadi kebudayaan adalah usaha manusia melakukan tugas hidup sebagai khalifah fil ardli (wakil Tuhan di bumi)
2.        Sejarah intelektual Islam bermula dari turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Saw. Wahyu itu, 'Bacalah! dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah ! dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq: 1:5). Jadi, sejarah intelektual Islam lahir berbarengan dengan diutusnya Muhammad Saw. sebagai Rasulullah.
3.        Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para da’i mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh Wali Songo di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah SWT itu dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.

3.2         Saran

Setelah membaca makalah yang telah dituis oleh penulis ini diharapkan kepada pembaca agar mengenal lebih baik tentang kebudayaan Islam, dan lebih menghargai kebudayaan itu sendiri agar kebudayaan itu terlestarikan dengan baik, dan tidak hilang tertelah oleh waktu.

Post a Comment

0 Comments