BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam menjalani kehidupan
selalu berinteraksi dengan manusia lain atau dengan kata lain melakukan
interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia harus memiliki
akhlak yang baik agar dalam proses interaksi tersebut tidak mengalami hambatan
atau masalah dengan manusia lain. Proses pembentuk akhlak sangat berperan
dengan masalah keimanan dan ketakwaan seseorang. Keimanan dan Ketakwaan
seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata lain
semakin baik keimanan dan ketakwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak
seseorang hal ini karena keimanan dan ketakwaan adalah modal utama untuk
membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan ketakwaan sebenarnya potensi yang ada
pada manusia sejak ia lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan
sekitarnya maka potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi
itu akan hilang secara perlahan.
Saat
ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa, oleh
masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang
sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu
menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai
arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan
membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu dari persoalan
dan masalah-masalah yang terpapar diataslah yang melatar belakangi kelompok
kami untuk membahas dan mendiskusikan tentang keimanan dan ketakwaan yang kami
bukukan menjadi sebuah makalah kelompok.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian iman?
2. Bagaimana wujud iman?
3. Bagaimana proses terbentuknya iman?
4. Bagaimana tanda-tanda orang yang beriman?
5. Bagaimana korelasi antara keimanan dan ketakwaan?
6. Bagaimana
implementasi iman dan takwa dalam kehidupan modern?
1.3
Ruang Lingkup
Makalah ini hanya
menjelaskan tentang keimanan dan ketaqwaan.
1.4 Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan pengertian iman
2. Memaparkan wujud iman
3. Menjelaskan proses terbentuknya iman
4. Memaparkan tanda-tanda orang yang beriman
5. Menjelaskan korelasi antara keimanan dan ketakwaan
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Iman
Secara
bahasa “iman” berarti pembenaran hati, kemantaban hati atau percaya, sedangkan
secara syari’at “iman” berarti mengetahui Allah dan sifat-sifatnya disertai
dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua yang larangan-Nya.
Berikut pengertian orang yang beriman seperti dalam surat Al-Baqaroh ayat 3
yang berbunyi:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya: “orang yang beriman adalah mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian
rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S. Al-Baqaroh :3)
Isi kandungan ayat di atas adalah sebagai berikut:
1.
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan
ketundukan dan penyerahan jiwa..
2.
Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh panca
indera. percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang
maujud yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, karena ada dalil yang
menunjukkan kepada adanya, seperti adanya Allah, malaikat-malaikat, hari
akhirat dan sebagainya.
3.
Shalat menurut bahasa Arab ialah doa sedangkan menurut
istilah shalat ialah ibadah yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan
disudahi dengan salam.
4.
Rezki yaitu. menafkahkan sebagian rezki dengan
memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Tuhan kepada
orang-orang yang disyari'atkan oleh agama untuk memberinya, seperti kepada
orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan
lain-lain.
Sedangkan
pengertian iman menurut hadits Rasulullah Saw adalah sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ حَجَرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أْلإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ وَقَوْلٌ بِالِّلسَانِ
وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه والطبراني)
Artinya: “Dari Ibnu Hajar Radhiyallahu ‘Anhu beliau
berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: Iman adalah Pengetahuan hati,
pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan” (H.R. Ibnu Majah dan
At-Tabrani).
Isi
kandungan hadits di atas menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membentuk keimanan
seseorang itu ada 3, yaitu: Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan
dengan anggota badan.
1.
Pengetahuan Hati (مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ ) Berbicara
tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka dititik beratkan pada
jiwa seseorang yang disebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan,
dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan
rohani, bila salah satu diantaranya kurang, maka tidak mungkin terbentuk
manusia.
2.
Pengucapan Lisan (قَوْلٌ بِالِّلسَانِ) Setelah
mengenal Allah dan meyakini dengan sepenuh hati, seorang mukmin diwajibkan
mengakui dan mengikrarkan dengan lisan, yakni dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat.
3.
Pengamalan dengan anggota badan (وَعَمَلٌ
بِاْلأَرْكَانِ).
Amal
merupakan unsur dari iman. Seperti perkataan Imam Ibnu Abdil Barr:
أَجْمَعَ
أَهْلَ اْلفِقْهِ وَاْلحَدِيْثِ عَلَى أَنَّ اْلإِيْمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَلاَ
عَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ
Artinya: “Para ahli fiqih dan hadis telah sepakat
bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan
kecuali dengan niat”.
Al-Imaam
Ibnul-Qayyim al-Jauziy juga berkata berkata :
Yang
artinya: “Hakekat iman terdiri dari
perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua: perkataan hati, yaitu i‘tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam
(mengikrarkan syahadat ). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang
keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila
hilang pembenaran (tasdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang
lainnya”.
Al-Imam
Malik, al-Syafi’i, Ahmad, al-Auza‘i, Ishaq ibn Rahawaih, dan segenap ulama ahli
hadis serta ulama Madinah demikian juga para pengikut mazhab Zahiriyyah dan
sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah
pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan.
Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman
bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang.
2.2 Wujud Iman
Perwujudan
iman kepada Allah bisa kita lihat berdasarkan beberapa hal dalam kehidupan
seseorang. Hal-hal tersebut merupakan cerminan sikap dan pola kehidupn kita.
Dan, jika kembali pada konsep dasar dari kata iman, setidaknya kita bisa
mengatakan ada 3 (tiga) perwujudan iman kepada Allah dalam kehidupan kita nan
bisa dilihat berdasarkan:
a. Keyakinan dirinya kepada Tuhan
Orang yang
beriman kepada Allah berarti orang yang meyakini bahwa Allah itu ada. Keyakinan
yang dimilikinya membuatnya tak ragu lagi atas keberadaan Allah di sekitar
kita, walaupun kita tak bisa melihat secara langsung.
Kita percaya
bahwa Allah ada di dalam ketiadaanNya. Artinya Allah itu memang ada walaupun
kita tak bisa melihatnya secara pasti, setidaknya kita merasakan keberadaannya
dalam hati kita.
Orang-orang
nan mempunyai iman kepada Allah niscaya merasa nyaman dalam hidupnya. Hal ini
sebab mereka percaya bahwa Allah selalu menjaga kehidupannya. Bagaimanapun
kondisi kehidupan, mereka percaya ada yang mengatur semua ini. Inilah keyakinan
yang ada dalam diri kita.
Semakin
besar rasa percaya kita kepada Allah, berarti semakin besar pula rasa Iman
kepada Allah. Ya, keimanan seseorang memang sangat tergantung pada taraf
keyakinan seseorang terhadap Allah. Iman itu memang sangat tergantung pada
keyakinan.
b. Ucapan yang mengikuti
keyakinannya
Ucapan bahwa
seseorang beriman kepada Allah merupakan wujud keseriusannya dalam perasaan
imannya. Bukankah dalam kehidupan kita sehari- hari, kita harus mengucapkan
rasa cinta kita kita kepada seseorang agar seseorang itu mengerti apa nan kita
inginkan.
Dengan
ucapan yang disampaikan, maka kita dan banyak orang mengetahui bahwa seseorang
mempunyai keimanan kepada Allah. Pada sisi lain, ucapan rasa iman kita
merupakan proklamasi kita atas keputusan kita buat beriman kepada Allah.
Dan, selanjutnya
hal tersebut mengabarkan kepada masyarakat bahwa kita telah menjadi bagian dari
agama tersebut. Misalnya buat pemeluk agama Islam, keyakinan tersebut bisa kita
ucapkan dengan membaca kalimat syahadat.
c. Melakukan berbagai kegiatan hidup
Beriman kepada
Allah bisa kita wujudkan dengan berbagai kegiatan hayati dalam kehidupan kita.
Tentunya keimanan ini memang perlu diaktualisasikan dalam kegiatan hidup.
Bagaimana kita menjalani kehidupan ini merupakan wujud dari keimanan kita
kepada Allah. Apa yang kita lakukan dalam kehidupan kita mencerminkan taraf
keimanan kita pada Allah.
Semakin
bagus tingkah laku kita dalam kehidupan, maka keimanan kita boleh dibilang
semakin bagus pula. Setidaknya dalam hal ini kita perlu mengakui bahwa beriman
kepada Allah bisa diwujudkan dalam tingkah laku kita. Bagaimana kita menjalani
kehidupan kita merupakan cerminan keimanan kita.
Pada
umumnya, mereka yang mempunyai taraf keimanan tinggi memang pola kehidupannya
selalu terjaga baik. Jika beriman kepada Allah kita semakin banyak diisihal-hal
positif, maka semakin beriman, kehidupan semakin positif. Semakin sedikit
keimanan, maka kehidupan semakin negatif. Hal ini bisa kita perhatikan dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Setiap
perwujudan iman dalam kehidupan yang berupa tingkah laku atau perbuatan, maka
dalam keseharian selalu menjaga agar tingkah lakunya selalu positif. Setiap
orang yang beriman akan menerapkan pola kehidupan positif agar bisa menjadi
teladan bagi orang lain sehingga bisa bersikap sama dalam menjalani kehidupan.
Seharusnya
kita berusaha agar masyarakat kita tetap menjalankan keimanan kepada Allah
secara baik agar kehidupan masyarakat juga baik. Hal ini sangat krusial agar
masyarakat kita terjaga dari tindak negatif nan justru akan membahayakan
kehidupan bangsa.
Agar
kehidupan bangsa kita menjadi lebih baik, maka kita harus meningkatkan keimanan
kepada Allah. Masyarakat kita harus dikondisikan agar tata pergaulan hayati
selalu didasari oleh nilai-nilai positif kehidupan.
2.3 Proses Terbentuknya Iman
Pada dasarnya proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan.
Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada allah.
Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran
Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari
tingkat verbal sampah tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin,
jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan.
Seorang harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang
dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Dalam keadaan tertentu, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi
melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap
interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa prinsip dengan
mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu :
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus terang, dan
tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semain lama
semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak
kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses
motivasi agar membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi
nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip Internalisasi dan individu.
Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses
(internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya bahwa pendekatan untuk
membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai itu iman tidak dapat hanya
mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan
proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti apabila
telah memperoleh dimensi sosial. Implikasi metodologinya adalah bahwa
pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur
keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan
memperhatikan kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi
perla mengutamakan penelian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses
sosialisasi orang tersebut)
4. Prinsip konsistensi dan koherensi.
Nilai iman lebih mudah tumbuh terkselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara tetap, konsekuen serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung
pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi
metodologinya adalah bahwa yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya
tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren.
5. Prinsip integrasi.
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap oarng
pada problemática kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh.
Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan , makin fungsional pula
hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang
dipelajari. Implikasi metodeloginya ahila agar nilai iman hendaknya dapat
dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang
terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan
problematik kehidupan yang nyata.
2.4 Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Quran
menjelaskan tanda-tanda orang beriman sebagai berikut:
1.
Jika disebut nama Allah, maka hatinya
bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta
jika dibacakan ayat Al-Quran, maka bergejolak artinya untuk segera
melaksanakannya (Al Anfal:2).
2.
Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja
keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk
tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali
Mirón:120,Al-Maidah:12, Al-Anfal:2, At-Taubah:52, Ibrahim:11, Mujadalah:10. dan
At-taghabun:13).
3.
Tertib dalam melaksanakan sholat dan
selalu menjaga pelaksanaannya
(Al-Anfal:2, 7).
4.
Menafkahkan rezeki yang diterimanya
(Al-Anfal:3 dan Al-Mukminun:4).
5.
Menghindari perkataan yang tidak
bermanfaat dan menjaga kehormatan (Al-Mukminun:3, 5)
6.
Memelihara amanah dan menempati
janji (Al-Mukminun:6)
7.
Berjihad di jalan Allah dan suka
menolong (Al-Anfal:74).
8.
Tidak meninggalkan pertemuan sebelum
meminta izan (An-nur:62).
Akidah islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi
kehidupan seorang muslim, Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang beriman
sebagai berikut :
a.
Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan Picik.
b.
Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tau
harga diri.
c.
Mempunyai sifat rendah hati dan kiamat.
d.
Senantiasa jujur dan adil.
e. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi.
f.
Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketahbahan
, dan opyimisme.
g. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi
resiko, bahkan tidak takut pada maut.
h.
Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.
i.
Patuh,taat dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.
2.5 Korelasi
Keimanan dan Ketaqwaan
Keimanan
pada keesaan allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu
tauhid teoritis dan tauhid praktis. tauhid teoritis adalah ajaran yang membahas
tentang keesaan zat, sifat dan perbuatan tuhan. Pembahasan keesaan zat,sifat
dan perbuatan tuhan berkaitan dengan kepercayaan kepercayaan,pengetahuan,
persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang tuhan. konsenkuensi logis tauhid
teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa allah adalah satu-satunya wujud
mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun
tauhid praktis yang disebut dengan tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari teori teoritis. Kalimat
laillaha illallah ( tiada tuhan selain allah)yang lebih menekankan pengertian
tentang tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid
adalah ketaatan hanya kepada allah. Dengan lai tidak ada yang disembah selain
allah, atau yang disembah hanya allah semata dan menjadikannya temapt tumpuan
hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini
pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman kepada alla, tuhn
maha esa. Tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan
perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna.
Dalam pandangan islam, yang dimaksud dengan tauhid sempurna adalah tauhid yang
tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia
sehari-hari. Dengan kata lain harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid
teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara
murni dan kosekuen.
2.6 Implementasi Iman dan Takwa dalam Kehidupan Modern
Masalah
sosial budaya merupakan masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat.
Alam pikiran bangsa Indonesia bersifat majemuk, sehingga pergaulan hidupnya
selalu dipenuhi konflik dengan sesama orang Islam maupun dengan non-Islam.
Pada zaman
modern ini, dimungkinkan sebagian masyarakat bisa saling bermusuhan yang
menimbulkan adanya ancaman kehancuran.
Adaptasi
modernisme, walaupun tidak secara total yang dilakukan bangsa Indonesia selama
ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadikan bangsa Indonesia yang
kehidupannya selalu terombang-ambing. Secara ekonomi, bangsa Indonesia semakin
bertambah terpuruk. Hal ini karena diadaptasinya sistem kapitalisme yang
melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul
konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan
nilai-nilai Qur’ani, karena pragmatis dan oportunis.
Di bidang
sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan
pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Yang
lebih memprihatinkan lagi adalah penyalahgunaan narkoba oleh anak-anak sekolah,
mahasiswa, serta masyarakat.
Persoalan
itu muncul karena wawasan ilmunya salah, padahal ilmu merupakan roh yang
menggerakan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan
menimbulkan tekanan.
Sebagian
besar permasalahan sekarang adalah umat Islam berada dalam kehidupan modern
yang serba mudah. Setiap detik dalam kehidupan, umat Islam selalu berhadapan
dengan hal-hal yang dilarang agamanya, akan tetapi sangat menarik naluri
kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung.
Keadaan
seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental
dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas
iman seseorang. Karena itu, perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai
pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang
dapat digunakan muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi
taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain maupun
bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena,
ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya:
·
Muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari
taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai,
·
Ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan
dia harus mulai merilis sikap taqwa,
·
Kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung
dirinya dalam membangun sikap taqwa.
Karena itu,
setiap individu muslim harus paham pos–pos alternatif yang harus dilaluinya,
diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar (memalingkan
pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari
segala tindakan, penglihatan, atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera
kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya
berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa.
Untuk
membebaskan bangsa Indonesia dari persoalan tersebut, perlu diadakan revolusi
pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan takwa berperan menyelesaikan problema dan
tantangan kehidupan modern tersebut.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan
Modern
·
Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
·
Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
·
Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
·
Iman memberikan ketenangan jiwa
·
Iman memberikan kehidupan yang baik
·
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
·
Iman memberikan keberuntungan
·
Iman mencegah penyakit
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Iman adalah adalah pembenaran dengan
segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT
dan rasulNya.
Wujud Iman ada 4, yakni:
1. Ilahiyah: Hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah: Kaitan dengan Nabi,
Rasul, kitab, dan mukjizat
3. Ruhaniyah: Kaitan dengan alam
metafisik; Malaikat, Jin, Syetan, Ruh
4.
Sam’iyah: Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i
Prinsip-prinsip pembentukan iman adalah
1. Prinsip
pembinaan berkesinambungan
2. Prinsip
internalisasi dan individuasi
3. Prinsip
sosialisasi
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
5. Prinsip
integrasi
Tanda-tanda
orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka
hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya,
serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera
melaksanakannya
2. Senantiasa tawakal
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan
selalu menjaga
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya
5. Menghindari perkataan yang tidak
bermanfaat dan menjaga kehormatan
6. Memelihara amanah dan menepati janji
7. Berjihad di jalan Allah dan suka
menolong
8.
Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin
Seseorang baru dinyatakan beriman
dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat
asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan
meninggalkan segala larangan-Nya.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan
Modern
·
Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
·
Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
·
Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
·
Iman memberikan ketenangan jiwa
·
Iman memberikan kehidupan yang baik
·
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
·
Iman memberikan keberuntungan
·
Iman mencegah penyakit
3.2 Saran
Masyarakat seharusnya benar-benar
memahami arti dari keimanan dan ketakwaan serta memupuk keimanan dan ketakwaan
tersebut di dalam diri mereka, sebab 2 hal tersebut sangat berperan dan
berpengaruh penting terhadap diri manusia dalam menjalani kehidupan.
0 Comments