Keimanan dan Ketaqwaan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketakwaan seseorang. Keimanan dan Ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan dan ketakwaan adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak ia lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang secara perlahan.
        Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa, oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu dari persoalan dan masalah-masalah yang terpapar diataslah yang melatar belakangi kelompok kami untuk membahas dan mendiskusikan tentang keimanan dan ketakwaan yang kami bukukan menjadi sebuah makalah kelompok.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian iman?
2. Bagaimana wujud iman?
3. Bagaimana proses terbentuknya iman?
4. Bagaimana tanda-tanda orang yang beriman?
5. Bagaimana korelasi antara keimanan dan ketakwaan?
6. Bagaimana implementasi iman dan takwa dalam kehidupan modern?

1.3 Ruang Lingkup
Makalah ini hanya menjelaskan tentang keimanan dan ketaqwaan.

1.4 Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan pengertian iman
2. Memaparkan wujud iman
3. Menjelaskan proses terbentuknya iman
4. Memaparkan tanda-tanda orang yang beriman
5. Menjelaskan korelasi antara keimanan dan ketakwaan


BAB II
ISI

2.1. Pengertian Iman
Secara bahasa “iman” berarti pembenaran hati, kemantaban hati atau percaya, sedangkan secara syari’at “iman” berarti mengetahui Allah dan sifat-sifatnya disertai dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua yang larangan-Nya. Berikut pengertian orang yang beriman seperti dalam surat Al-Baqaroh ayat 3 yang berbunyi:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya: “orang yang beriman adalah mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S. Al-Baqaroh :3)

Isi kandungan ayat di atas adalah sebagai berikut:
1.    Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa..
2.    Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh panca indera. percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
3.    Shalat menurut bahasa Arab ialah doa sedangkan menurut istilah shalat ialah ibadah yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam.
4.    Rezki yaitu. menafkahkan sebagian rezki dengan memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama untuk memberinya, seperti kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
Sedangkan pengertian iman menurut hadits Rasulullah Saw adalah sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ حَجَرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أْلإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ وَقَوْلٌ بِالِّلسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه والطبراني)
Artinya: “Dari Ibnu Hajar Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: Iman adalah Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan” (H.R. Ibnu Majah dan At-Tabrani).

Isi kandungan hadits di atas menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membentuk keimanan seseorang itu ada 3, yaitu: Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan.
1.    Pengetahuan Hati (مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ ) Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka dititik beratkan pada jiwa seseorang yang disebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, bila salah satu diantaranya kurang, maka tidak mungkin terbentuk manusia.
2.    Pengucapan Lisan (قَوْلٌ بِالِّلسَانِ) Setelah mengenal Allah dan meyakini dengan sepenuh hati, seorang mukmin diwajibkan mengakui dan mengikrarkan dengan lisan, yakni dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
3.    Pengamalan dengan anggota badan (وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ).

Amal merupakan unsur dari iman. Seperti perkataan Imam Ibnu Abdil Barr:
أَجْمَعَ أَهْلَ اْلفِقْهِ وَاْلحَدِيْثِ عَلَى أَنَّ اْلإِيْمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَلاَ عَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ
Artinya: “Para ahli fiqih dan hadis telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat”.


Al-Imaam Ibnul-Qayyim al-Jauziy juga berkata berkata :
Yang artinya: “Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua: perkataan hati, yaitu i‘tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan syahadat ). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tasdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya”.

Al-Imam Malik, al-Syafi’i, Ahmad, al-Auza‘i, Ishaq ibn Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadis serta ulama Madinah demikian juga para pengikut mazhab Zahiriyyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang.

2.2 Wujud Iman
Perwujudan iman kepada Allah bisa kita lihat berdasarkan beberapa hal dalam kehidupan seseorang. Hal-hal tersebut merupakan cerminan sikap dan pola kehidupn kita. Dan, jika kembali pada konsep dasar dari kata iman, setidaknya kita bisa mengatakan ada 3 (tiga) perwujudan iman kepada Allah dalam kehidupan kita nan bisa dilihat berdasarkan:
a. Keyakinan dirinya kepada Tuhan
Orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang meyakini bahwa Allah itu ada. Keyakinan yang dimilikinya membuatnya tak ragu lagi atas keberadaan Allah di sekitar kita, walaupun kita tak bisa melihat secara langsung.
Kita percaya bahwa Allah ada di dalam ketiadaanNya. Artinya Allah itu memang ada walaupun kita tak bisa melihatnya secara pasti, setidaknya kita merasakan keberadaannya dalam hati kita.
Orang-orang nan mempunyai iman kepada Allah niscaya merasa nyaman dalam hidupnya. Hal ini sebab mereka percaya bahwa Allah selalu menjaga kehidupannya. Bagaimanapun kondisi kehidupan, mereka percaya ada yang mengatur semua ini. Inilah keyakinan yang ada dalam diri kita.
Semakin besar rasa percaya kita kepada Allah, berarti semakin besar pula rasa Iman kepada Allah. Ya, keimanan seseorang memang sangat tergantung pada taraf keyakinan seseorang terhadap Allah. Iman itu memang sangat tergantung pada keyakinan.
b. Ucapan yang mengikuti keyakinannya
Ucapan bahwa seseorang beriman kepada Allah merupakan wujud keseriusannya dalam perasaan imannya. Bukankah dalam kehidupan kita sehari- hari, kita harus mengucapkan rasa cinta kita kita kepada seseorang agar seseorang itu mengerti apa nan kita inginkan.
Dengan ucapan yang disampaikan, maka kita dan banyak orang mengetahui bahwa seseorang mempunyai keimanan kepada Allah. Pada sisi lain, ucapan rasa iman kita merupakan proklamasi kita atas keputusan kita buat beriman kepada Allah.
Dan, selanjutnya hal tersebut mengabarkan kepada masyarakat bahwa kita telah menjadi bagian dari agama tersebut. Misalnya buat pemeluk agama Islam, keyakinan tersebut bisa kita ucapkan dengan membaca kalimat syahadat.
c. Melakukan berbagai kegiatan hidup
Beriman kepada Allah bisa kita wujudkan dengan berbagai kegiatan hayati dalam kehidupan kita. Tentunya keimanan ini memang perlu diaktualisasikan dalam kegiatan hidup. Bagaimana kita menjalani kehidupan ini merupakan wujud dari keimanan kita kepada Allah. Apa yang kita lakukan dalam kehidupan kita mencerminkan taraf keimanan kita pada Allah.
Semakin bagus tingkah laku kita dalam kehidupan, maka keimanan kita boleh dibilang semakin bagus pula. Setidaknya dalam hal ini kita perlu mengakui bahwa beriman kepada Allah bisa diwujudkan dalam tingkah laku kita. Bagaimana kita menjalani kehidupan kita merupakan cerminan keimanan kita.
Pada umumnya, mereka yang mempunyai taraf keimanan tinggi memang pola kehidupannya selalu terjaga baik. Jika beriman kepada Allah kita semakin banyak diisihal-hal positif, maka semakin beriman, kehidupan semakin positif. Semakin sedikit keimanan, maka kehidupan semakin negatif. Hal ini bisa kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Setiap perwujudan iman dalam kehidupan yang berupa tingkah laku atau perbuatan, maka dalam keseharian selalu menjaga agar tingkah lakunya selalu positif. Setiap orang yang beriman akan menerapkan pola kehidupan positif agar bisa menjadi teladan bagi orang lain sehingga bisa bersikap sama dalam menjalani kehidupan.
Seharusnya kita berusaha agar masyarakat kita tetap menjalankan keimanan kepada Allah secara baik agar kehidupan masyarakat juga baik. Hal ini sangat krusial agar masyarakat kita terjaga dari tindak negatif nan justru akan membahayakan kehidupan bangsa.
Agar kehidupan bangsa kita menjadi lebih baik, maka kita harus meningkatkan keimanan kepada Allah. Masyarakat kita harus dikondisikan agar tata pergaulan hayati selalu didasari oleh nilai-nilai positif kehidupan.

2.3 Proses Terbentuknya Iman
Pada dasarnya proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.

Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampah tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.

Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan. Seorang harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.

Dalam keadaan tertentu, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu :
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus terang, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semain lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.
            2. Prinsip Internalisasi dan individu.
Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai itu iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti apabila telah memperoleh dimensi sosial. Implikasi metodologinya adalah bahwa pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perla mengutamakan penelian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi orang tersebut)
4. Prinsip konsistensi dan koherensi.
Nilai iman lebih mudah tumbuh terkselerasi, apabila sejak semula ditangani secara tetap, konsekuen serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah bahwa yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren.
5. Prinsip integrasi.
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap oarng pada problemática kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan , makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodeloginya ahila agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.

2.4 Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang beriman sebagai berikut:
1.    Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat Al-Quran, maka bergejolak artinya untuk segera melaksanakannya (Al Anfal:2).
2.    Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Mirón:120,Al-Maidah:12, Al-Anfal:2, At-Taubah:52, Ibrahim:11, Mujadalah:10. dan At-taghabun:13).
3.    Tertib dalam melaksanakan sholat dan selalu menjaga pelaksanaannya  (Al-Anfal:2, 7).
4.    Menafkahkan rezeki yang diterimanya (Al-Anfal:3 dan Al-Mukminun:4).
5.    Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (Al-Mukminun:3, 5)
6.    Memelihara amanah dan menempati janji (Al-Mukminun:6)
7.    Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (Al-Anfal:74).
8.    Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izan (An-nur:62).
Akidah islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim, Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut :
a.       Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan Picik.
b.      Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tau harga diri.
c.       Mempunyai sifat rendah hati dan kiamat.
d.      Senantiasa jujur dan adil.
e.      Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.
f.       Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketahbahan , dan opyimisme.
g.    Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut pada maut.
h.      Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.
i.        Patuh,taat dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.

2.5 Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan
Keimanan pada keesaan allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. tauhid teoritis adalah ajaran yang membahas tentang keesaan zat, sifat dan perbuatan tuhan. Pembahasan keesaan zat,sifat dan perbuatan tuhan berkaitan dengan kepercayaan kepercayaan,pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang tuhan. konsenkuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa allah adalah satu-satunya wujud mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut dengan tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari teori teoritis. Kalimat laillaha illallah ( tiada tuhan selain allah)yang lebih menekankan pengertian tentang tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid adalah ketaatan hanya kepada allah. Dengan lai tidak ada yang disembah selain allah, atau yang disembah hanya allah semata dan menjadikannya temapt tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman kepada alla, tuhn maha esa. Tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan islam, yang dimaksud dengan tauhid sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan kosekuen.

2.6 Implementasi Iman dan Takwa dalam Kehidupan Modern
Masalah sosial budaya merupakan masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia bersifat majemuk, sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi konflik dengan sesama orang Islam maupun dengan non-Islam.
Pada zaman modern ini, dimungkinkan sebagian masyarakat bisa saling bermusuhan yang menimbulkan adanya ancaman kehancuran.
Adaptasi modernisme, walaupun tidak secara total yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadikan bangsa Indonesia yang kehidupannya selalu terombang-ambing. Secara ekonomi, bangsa Indonesia semakin bertambah terpuruk. Hal ini karena diadaptasinya sistem kapitalisme yang melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai Qur’ani, karena pragmatis dan oportunis.
Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah penyalahgunaan narkoba oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta masyarakat.
Persoalan itu muncul karena wawasan ilmunya salah, padahal ilmu merupakan roh yang menggerakan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan menimbulkan tekanan.
Sebagian besar permasalahan sekarang adalah umat Islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah. Setiap detik dalam kehidupan, umat Islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya, akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung.
Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Karena itu, perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain maupun bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya:
·      Muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai,
·       Ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa,
·       Kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa.
Karena itu, setiap individu muslim harus paham pos–pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan, atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari persoalan tersebut, perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan takwa berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
·            Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
·            Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
·            Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
·            Iman memberikan ketenangan jiwa
·            Iman memberikan kehidupan yang baik
·            Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
·            Iman memberikan keberuntungan
·            Iman mencegah penyakit


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Iman adalah adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasulNya.
Wujud Iman ada 4, yakni:
1. Ilahiyah: Hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah: Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, dan mukjizat
3. Ruhaniyah: Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Syetan, Ruh
4. Sam’iyah: Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i

Prinsip-prinsip pembentukan iman adalah
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
3. Prinsip sosialisasi
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
5. Prinsip integrasi

Tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya
2. Senantiasa tawakal
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan
6. Memelihara amanah dan menepati janji
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin
Seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
·       Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
·       Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
·       Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
·       Iman memberikan ketenangan jiwa
·       Iman memberikan kehidupan yang baik
·       Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
·       Iman memberikan keberuntungan
·       Iman mencegah penyakit

3.2 Saran
Masyarakat seharusnya benar-benar memahami arti dari keimanan dan ketakwaan serta memupuk keimanan dan ketakwaan tersebut di dalam diri mereka, sebab 2 hal tersebut sangat berperan dan berpengaruh penting terhadap diri manusia dalam menjalani kehidupan.

Post a Comment

0 Comments