Hakikat Manusia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta. Manusia hakekatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia teedapat perpaduan antara sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya, manusia dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan  menuntut manusia dalam menjalankan perannya.
Dalam hidup di dunia, manusia diberi tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Dalam konteks Indonesia, realitas imtaq direpresentasikan antara lain oleh kehadiran lembaga keagamaaan dengan segala dimensinya, sementara realitas ipteks direpresentasikan oleh ke zaman neolithikum, masyarakat Indonesia telah mengenal pengetahuan yang cukup tinggi. Di mana masyarakat telah mampu memanfaatkan angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktifitas pelayaran dan perdagangan, juga mengenal astronomi atau ilmu perbintangan sebagai petunjuk arah pelayaran atau petunjuk waktu dalam bidang pertanian.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep manusia dalam islam
2.      Bagaimana eksistensi dan martabat manusia
3.      Apa saja tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah.

1.3  Tujuan Makalah
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2.      Menjawab pertanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah diatas.

BAB II
ISI

2.1    Konsep Manusia dalam Islam
1.    Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk segenap manusia. Di dalamnya Allah menyapa akal dan perasaan manusia, mengajarkan tauhid dan menyucikan manusia dengan  berbagai ibadah, menunjukkan manusia kepada hal-hal yang dapat membawa kebaikan serta kemaslahatan dalam kehidupan individual dan sosial, membimbing manusia kepada agama yang luhur agar mewujudkan diri, mengembangkan kepribadiannya, serta meningkatkan diri manusia ke taraf kesempurnaan insani. Sehingga, manusia dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an juga mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya, dan keajaiban penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia terhadap dirinya dapat mengantarkannya pada ma‟rifatullah, sebagaimana tersirat dalam Surah at-Taariq ayat 5-7.
َلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ . خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ . يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ .
Maka, hendaklah manusia merenungkan, dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (Q.S. at-Taariq [86]: 5-7)
Berkaitan dengan hal ini, terdapat sebuah atsar yang menyebutkan
bahwa “Barang siapa mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhan-nya”.           Manusia mempunyai kelebihan yang luar bisaa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya akal. Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai amanah. Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu (hati). Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual.
2.       Macam-macam Konsep Manusia
      Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi derajadnya dibanding makhluk lain. Di dalam kitab suci Alquran, Allah SWT menggunakan beberapa istilah yang pada dasarnya menjelaskan tentang konsep manusia, bahkan istilah-istilah itu disebutkan lebih dari satu kali. Istilah-istilah manusia dalam Alquran memiliki arti yang berbeda-beda. Berikut tujuh istilah 'manusia' dalam Alquran, sebagai berikut:

A.       Konsep al-Basyar
            Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur’an dengan menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia basyar adalah , menunjukkan makna bahwa manusia adalah anak keturunan Nabi Adam as dan makhluk fisik yang juga suka makan serta minum. Kata 'basyar' disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk 'mutsanna' atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat dengan kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak Sebagaimana halnya dengan makhluk biologis lain, seperti binatang.
            Mengenai proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis, ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
            Secara sederhana, Quraish Shihab  menyatakan bahwa manusia dinamai basyar karena kulitnya yang tampak jelas dan berbeda dengan kulit-kulit binatang yang lain. Dengan kata lain, kata basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang sama, ia, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada di dunia ini.

B.       Konsep Al-Insan
Al – Insan memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan makhluk lainnya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan yang salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Manusia dalam istilah ini merupakan makhluk yang dapat dididik, memiliki potensi yang dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:
Bukankah Telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi .

C.    Konsep Al-Nas
Menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal terciptanya, seorang manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan saling membantu.
Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep Al-Naas.ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi di sisi Tuhan mereka". orang-orang kafir berkata: "Sesungguhnya orang Ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata".

D.     Konsep Bani Adam
Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini digunakan untuk menyebut manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani Adam' disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar : penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum.
Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu: Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna manutup auratnya. Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:
Bukankah Aku Telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.

E.     Konsep Al-Ins
              Al Ins memiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan istilah al jins atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang tidak dapat dirasakan dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut menggunakan istilah Al ins. manusia adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18 kali dalam Al Quran, masing-masing dalam 17 ayat dan 9 surat, Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin, maka manusia adalah makhluk yang kasat mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang tidak tampak,ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-An’aam ayat 112,
Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

2.2    Eksistensi dan Martabat Manusia
1.      Eksistensi Manusia
Eksistensi penciptaan manusia adalah untuk beribadah (mengabdi) kepada penciptaanya sekaligus yang memberi hidup manusia, yaitu Allah SWT. Pengertian ibadah dan penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya mengasumsikan aspek ritual yang tercermin dalam shalat saja. Ibadah berarti ketundukan dan ketaatan manusia kepada ajaran Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Allah) maupun horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta ).
Ibadah manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan, yaitu sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan benar. Oleh karena itu ibadah harus dialakukan secara suka rela (ikhlas), karena Allah tidak membutuhkan sedikitpun dari manusia ritual-ritual ibadahnya, melainkan seluruh makhluk termasuk manusialah yang selalu membutuhkan rahmat dan karunianya (QS Adz-Dzariyat)

2.      Martabat Manusia
Dibandingkan dengan makhluk lain manusia mempunyai kelebihan, yaitu kemempuan bergerak dalam segala ruang. Sedangakan binatang hanya mampu bergerak diruang terbatas. Ini semua karunia Allah, selain itu manusia diberi kelebihan akal dan juga nurani yang berfungsi untuk membedakan mana yang baik dan juga mana yang buruk bagi dirinya.
Allah menciptakan manusia dalam kedaan sebaik baiknya ciptaan karena keunggulan keunggulan yang dimilikinya. Manusia akan mulia jika dia hidup dengan ilmu dan ajaran Allah, tapi jika meninggalkan ajaran Allah dan juga tidak beriman manusia pun akan kehilangan martabatnya. Oleh karena itu jika ingin menjadi manusia yang bermartabat maka kita harus menjalakan ajaran Allah SWT.

2.3    Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah SWT
1.    Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba
Seorang manusia memiliki berbagai kewajiban dan hak, tidak terkecuali kewajiban manusia terhadap penciptanya, Sang Khalik. Dengan adanya kewajiban ini, terbentuklah suatu hubungan hamba dengan tuannya, dimana manusia sebagai hamba dan Allah sebagai tuannya.
Manusia merupakan seorang hamba yang mengabdikan dirinya kepada Allah. Makna hamba sendiri adalah ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan. Sehingga tugas utama manusia sebagai seorang hamba adalah senatiasa mengabdikan diri kepada Allah dengan cara taat beribadah dengan ikhlas, selalu mematuhi perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Hal itu telah ditegaskan melalui Al-Qur’an dalam ayat berikut:
الْقَيِّمَةِ دِينُ وَذَلِكَ الزَّكَاةَ تُوا وَيُؤْ الصَّلاةَ وَيُقِيمُوا حُنَفَاءَ الدِّينَ لَهُ مُخْلِصِي اللَّهَ لِيَعْبُدُوا إِلا أُمِرُوا وَمَا
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.98:5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki karena iman bersifat fluktuatif, yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga. Tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam Al-Qur’an dinyatakan dengan quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman, dari neraka).

2.      Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah SWT
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat. Manusia memegang mandat dan amanah yang diberikan Allah untuk memakmurkan bumi. Kekuasaan yang diberikan Allah sebagai mandat kepada manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mampu mengelola mendayagunakan dan memelihara apa yang ada di alam ini untuk kepentingan hidupnya.
Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi khalifah di muka bumi tersebut. Yang dimaksud dengan khalifah ialah bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya, lautnya, perikanannya dan seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Jika manusia telah mampu menjalankan itu semuanya maka sunatullah yang menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik oleh manusia tersebut, terutama manusia yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SWT.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al‘imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun (ar ri’ayah).

A.   Memakmurkan Bumi
Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah SWT. Manusia harus mengeksplorasi kekayaan bumi seluas-luasnya bagi kemakmuran umat manusia. Maka sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu

B.   Memelihara Bumi
Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebisaaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.
Allah menciptakan alam semesta ini tidak sia-sia. Penciptaan manusia mempunyai tujuan yang jelas yakni dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur) bumi. Maksudnya, manusia diciptakan oleh Allah agar memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan petunjuk-Nya. Petunjuk yang dimaksud adalah agama (Islam).
Mengapa Allah memerintahkan umat nabi Muhammad SAW untuk memelihara bumi dari kerusakan? Karena sesungguhnya manusia lebih banyak yang membangkang dibanding yang benar-benar berbuat shaleh sehingga manusia akan cenderung untuk berbuat kerusakan, hal ini sudah terjadi pada masa nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW dimana umat para nabi tersebut lebih senang berbuat kerusakan dari pada berbuat kebaikan, misalnya saja kaum Bani Israil, seperti yang Allah sebutkan dalam firmannya dalam surat Al Isra ayat 4
Artinya : dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar” (QS Al Isra : 4)
Namun, kekuasaan yang dipegang oleh manusia dibatasi oleh hukum (ajaran) Allah yang tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta. Oleh karena itu, bertanggung jawab atas amanah yang diberikan oleh Allah kepada setiap manusia merupakan sesuatu keharusan dan konsekuensi logis.
Semua hal yang baik dilakukan dan hal-hal yang jelek ditinggalkan untuk menunjukkan ketaatannya kepada Allah SWT agar hidup di alam dunia mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang diridhai Allah SWT (Bramantyo, 2014).

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Manusia ialah makhluk ciptaan Allah yang luar biasa. Pada hakekatnya, manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna di bumi dengan segala kelebihan akal, hati nurani dan daya pikir serta memiliki kemampuan untuk mengelola segala macam karunia dari Allah di bumi ini. Akan tetapi manusia juga sebagai makhluk social yang tidak di pungkiri dalam menjalankan kehidupannya pasti memerlukan bantuan orang lain.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah tentunya harus tunduk dan patuh terhadap segala peraturan Allah, menjalankan perintahNya dan menjahui segala laranganNya. Karena pada dasarnya semua peraturan yang Allah ciptakan untuk mengatur segala kehidupan bertujuan untuk menciptakkan kehidupan yang damai, tentram dan membahagiakan.
Manusia dalam islam memiliki peran dan fungsi yaitu sebagai khalifah serta tanggung jawab sebagai hamba Allah yang harus selalu tunduk kepadaNya dan tanggung jawab sebagai khalifah.

Post a Comment

0 Comments